PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 1992
TENTANG
TENAGA PENDIDIKAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tenaga Kependidikan;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah (Lembaga Negara Tahun 1990 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3441);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3412);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3413);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3414);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3460);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3461);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TENAGA KEPENDIDIKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan.
2. Tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan yang bertugas membimbing, mengajar, dan/atau melatih peserta didik.
3. Tenaga pembimbing adalah tenaga pendidik yang bertugas utama membimbing peserta didik.
4. Tenaga pengajar adalah tenaga pendidik yang bertugas utama mengajar peserta didik.
5. Tenaga pelatih adalah tenaga pendidik yang bertugas utama melatih peserta didik.
6. Satuan pendidikan adalah satuan pelaksana kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan di jalur pendidikan sekolah atau di jalur pendidikan luar sekolah.
7. Penyelenggara satuan pendidikan adalah perorangan, Pemerintah atau badan sosial yang menyelenggarakan satuan pendidikan yang bersangkutan.
8. Lembaga pendidikan tenaga keguruan adalah satuan atau bagian dari satuan pendidikan tinggi yang khusus menyelenggarakan pendidikan bagi calon tenaga pendidik untuk pendidikan prasekolah, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
9. Menteri adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
10. Menteri lain adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam menyelenggarakan pendidikan di luar lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
11. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen adalah Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan satuan pendidikan.
BAB 11
JENIS TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal 2
Tenaga kependidikan terdapat di jalur pendidikan sekolah dan di jalur pendidikan luar sekolah.
Pasal 3
(1) Tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan menguji.
(2) Tenaga pendidik terdiri atas pembimbing, pengajar, dan pelatih.
(3) Pengelola satuan pendidikan terdiri atas kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah.
BAB III
HIRARKI
Pasal 4
(1) Hirarki yang diberlakukan untuk tenaga pendidik di masing-masing satuan pendidikan didasarkan atas perbedaan wewenang dan tanggungjawab dalam kegiatan belajar-mengajar.
(2) Hirarki yang diberlakukan untuk tenaga kependidikan yang bukan tenaga pendidik didasarkan pada pengaturan wewenang dan tanggungjawab dalam bidang pekerjaan masing-masing.
BAB IV
WEWENANG
Pasal 5
(1) Tenaga pendidik pada pendidikan prasekolah, jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah wajib memiliki kemampuan mengajar yang dinyatakan dengan ijazah yang diperoleh dari lembaga pendidikan tenaga keguruan.
(2) Penentuan kemampuan mengajar bagi jenis tenaga pendidik pada pendidikan prasekolah, jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah yang tidak dapat diperoleh dari lembaga pendidikan tenaga keguruan ditetapkan oleh Menteri, Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.
(3) Penentuan kemampuan mengajar tenaga pendidik pada jenjang pendidikan tinggi diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Tenaga pendidik pada satuan pendidikan tertentu di jalur pendidikan sekolah wajib memiliki wewenang mengajar di satuan pendidikan yang bersangkutan yang diperoleh dari penyelenggara satuan pendidikan tersebut dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
Jenis dan tingkat pendidikan tenaga pendidik untuk mengajar di pendidikan prasekolah, jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 7
(1) Tenaga pendidik di jalur pendidikan luar sekolah dapat melaksanakan kegiatan pendidikan baik dengan maupun tanpa memiliki kemampuan mengajar yang diperoleh dari lembaga pcndidikan tenaga keguruan.
(2) Tenaga pendidik pada jalur pendidikan luar sekolah yang dituntut memiliki kemampuan mengajar yang diperoleh dari lembaga pendidikan tenaga keguruan ditetapkan oleh Menteri, Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemcrintah Non Departemen.
Pasal 8
Wewenang tenaga kependidikan yang bukan tenaga pendidik diatur olch Menteri, Menteri lain, alau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.
BAB V
PENGADAAN TENAGA PENDIDIK
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 9
(1) Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pendidik, calon tenaga pendidik yang bersangkutan selain memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar harus pula memenuhi persyaratan berikut:
1. Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan tanda bukti dari yang berwenang, yang meliputi:
a. tidak menderita penyakit menahun (kronis) dan/atau yang menular;
b. tidak memiliki cacat tubuh yang dapat menghambat pelaksanaan tugas sebagai tenaga pendidik;
c. tidak menderita kelainan mental.
2. Berkepribadian, yang meliputi:
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; dan
b. bcrkepribadian Pancasila.
(2) Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pendidik bidang pendidikan agama, selain memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ayat (1) harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan.
Pasal 10
(1) Pengangkatan dan penempatan tenaga pendidik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri, Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan memperhatikan keseimbangan antara penempatan dan kebutuhan serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pegawai negeri.
(2) Pengangkatan dan penempatan tenaga pendidik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh penyelenggara dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemerintah dapat memberi bantuan kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan memperbantukan dan/atau mempekerjakan tenaga pendidik dan/atau membina tenaga pendidik.
Bagian Kedua
Pendidikan Prasekolah
Pasal 11
Calon tenaga pendidik di taman kanak-kanak dididik khusus sebagai calon guru kelas di lembaga pendidikan tenaga keguruan.
Bagian Ketiga
Pendidikan Dasar
Pasal 12
(1) Calon tenaga pendidik di sekolah dasar dididik sebagai calon guru kelas di lembaga pendidikan tenaga keguruan.
(2) Calon tenaga pendidik di sekolah dasar bagi bidang pcndidikan agama dan bidang lain yang ditentukan oleh Menteri dididik sebagai calon guru mata pelajaran di lembaga pendidikan tenaga keguruan.
Pasal 13
(1) Calon tenaga pendidik di sekolah lanjutan tingkat pertama dididik sebagai calon guru bidang studi di lembaga pendidikan tenaga keguruan.
(2) Untuk bidang-bidang pendidikan tertentu Menteri dapat mengadakan pengaturan khusus tentang syarat pengangkatan calon tenaga pendidik yang bukan lulusan lembaga pendidikan tenaga keguruan atas dasar kemampuan khusus yang dimilikinya.
Pasal 14
(1) Calon tenaga pendidik di bidang pendidikan agama pada sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama dididik sebagai calon guru mata pelajaran di lembaga pendidikan tenaga keguruan.
(2) Persyaratan pengangkatan calon tenaga pendidik di bidang pendidikan agama yang bukan lulusan lembaga pendidikan tenaga keguruan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Agama.
Bagian Keempat
Pendidikan Menengah
Pasal 15
(1) Calon tenaga pendidik pada satuan pendidikan menengah dididik sebagai calon guru mata pelajaran di lembaga pendidikan tenaga keguruan.
(2) Calon tenaga pendidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat pula memperoleh pendidikan dalam cabang ilmu pengetahuan tertentu di perguruan tinggi lain dan memperoleh kemampuan keguruan di lembaga pendidikan tenaga keguruan.
(3) Untuk bidang-bidang pendidikan tertentu Menteri dapat mengadakan pengaturan khusus tentang syarat pengangkatan calon tenaga pendidik yang bukan lulusan lembaga pendidikan tenaga keguruan atas dasar kemampuan khusus yang dimiliki.
Pasal 16
(1) Calon tenaga pendidik di bidang pendidikan agama pada satuan pendidikan menengah dididik sebagai guru mata pelajaran di lembaga pendidikan tenaga keguruan.
(2) Persyaratan pengangkatan calon tenaga pendidik di bidang pendidikan agama yang bukan lulusan lembaga pendidikan tenaga keguruan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditctapkan oleh Menteri Agama.
Bagian Kelima
Pendidikan Tinggi
Pasal 17
(1) Calon tenaga pendidik dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu pada satuan pendidikan tinggi harus lulusan perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi beserta peraturan pelaksanaannya.
(2) Persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi tenaga pendidik pada masing-masing jenjang dan jenis pendidikan tinggi diatur oleh Menteri.
(3) Untuk bidang-bidang pendidikan tertentu Menteri dapat mengadakan pengaturan tersendiri tentang syarat pengangkatan calon tenaga pendidik yang bukan lulusan perguruan tinggi atas dasar kemampuan khusus yang dimiliki.
(4) Persyaratan pcngangkatan calon tenaga pendidik di bidang pendidikan agama pada perguruan tinggi ditetapkan oleh Menteri Agama.
Bagian Keenam
Pendidikan Luar Sekolah
Pasal 18
(1) Calon tenaga pendidik untuk penyelenggaraan kursus pendidikan keagamaan dan pcndidikan umum dipersiapkan oleh ahli yang menyelenggarakan jenis kursus yang bersangkutan.
(2) Calon tenaga pendidik untuk penyelenggaraan kursus jabatan kerja dan kejuruan dipilih diantara para ahli dan dipersiapkan sebagai tenaga pendidik di lembaga pendidikan tenaga keguruan.
(3) Calon tenaga pendidik untuk penyelenggaraan kursus kedinasan yang diselenggarakan olch Pemerintah atau masyarakat dipersiapkan oleh satuan kerja yang bersangkutan.
(4) Calon tenaga pendidik untuk penyelenggaraan kelompok belajar diperoleh dari anggota masyarakat yang sekurang-kurangnya telah menguasai materi program kelompok belajar yang bersangkutan.
(5) Persyaratan pengangkatan calon tenaga pendidik di bidang pcndidikan agama pada satuan pendidikan luar sekolah ditetapkan oleh Menterl Agama.
(6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan oteh Menteri, Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.
BAB VI
PENGADAAN TENAGA KEPENDIDIKAN
YANG BUKAN TENAGA PENDIDIK
Pasal 19
Untuk dapat diangkat sebagai tenaga kependidikan yang bukan tenaga pendidik, yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri, Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Pasal 20
(1) Tenaga kependidikan yang akan ditugaskan untuk bekerja sebagai pengelola satuan pendidikan dan pengawas pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dipilih dari kalangan guru.
(2) Tenaga kependidikan yang akan ditugaskan untuk bekerja sebagai pengelola satuan pendidikan dan penilik di jalur pendidikan luar sekolah dipilih dari kalangan tenaga pendidik.
(3) Calon tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipersiapkan melalui pendidikan khusus.
Pasal 21
(1) Tenaga kependidikan yang akan ditugaskan untuk bekerja sebagai pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar dipersiapkan melalui pendidikan khusus.
(2) Pelaksanaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri, Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Pasal 22
(1) Pengangkatan dan penempatan tenaga kependidikan yang bukan tenaga pendidik pada satuan pendidikan yang disclenggarakan oleh Pemerintah dilakukan oleh Menteri, Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan memperhatikan keseimbangan antara penempatan dan kebutuhan serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pegawai negeri.
(2) Pengangkatan dan penempatan tenaga kependidikan yang bukan tenaga pcndidik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan olch masyarakat dilakukan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh penyelenggara dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemerintah dapat memberi bantuan kepada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat dengan memperbantukan dan/atau mempekerjakan tenaga kependidikan yang bukan tenaga pendidik dan/atau membina tenaga kependidikan yang bukan tenaga pendidik.
BAB VII
PENUGASAN DAN PEMBERHENTIAN
Pasal 23
(1) Penugasan tenaga kependidikan di satuan pendidikan yang di-selenggarakan olch Pemerintah atau masyarakat dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan yang bersangkutan atas dasar kemampuan tenaga kependidikan yang bersangkutan dan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Penugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dengan menyatakan tugas yang menjadi tanggungjawab tenaga kependidikan yang bersangkutan.
(3) Tata cara penugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri, Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Pasal 24
(1) Pemindahan tenaga kependidikan yang berkedudukan sebagai pegawai negeri dari satu satuan pendidikan ke satuan pendidikan yang lain atas dasar permohonan tenaga kependidikan yang bersangkutan dilakukan oleh Menteri, Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan memperhatikan persetujuan pimpinan satuan pendidikan penerima dan satuan pendidikan asal.
(2) Pemindahan tenaga kcpendidikan yang berkedudukan sebagai pegawai negeri atas dasar kepentingan dinas dilakukan oleh Menteri, Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.
(3) Tata cara pemindahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri, Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Pasal 25
(1) Pemindahan tenaga kependidikan yang tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri dari satu satuan pendidikan ke satuan pendidikan lain diatur oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
(2) Tata cara pemindahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan dan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 26
(1) Pemberhentian dengan hormat tenaga kependidikan atas dasar:
1. permohonan sendiri;
2. meninggal dunia; atau
3. mencapai batas usia pensiun, dilakukan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
(2) Pemberhentian tidak dengan hormat tenaga kependidikan atas dasar:
1. hukuman jabatan; atau
2. akibat pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dilakukan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
(3) Tata cara pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan dan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 27
(1) Pembinaan karier tenaga kependidikan meliputi kenaikan pangkat dan jabatan berdasarkan prestasi kerja dan peningkatan disiplin.
(2) Pangkat dan jabatan tenaga kependidikan di satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pangkat dan jabatan tenaga kependidikan di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh masyarakat ditentukan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Jabatan tenaga kependidikan pada jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Pangkat tenaga kependidikan pada jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat ditentukan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(6) Pangkat dan jabatan tenaga kependidikan di satuan pendidikan pada jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat ditentukan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 28
Pembinaan disiplin tenaga kependidikan merupakan tanggungjawab pimpinan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 29
Pengelola sistem pendidikan nasional bertanggungjawab atas kebijaksanaan nasional berkenaan dengan sistem pengembangan profesional tenaga kependidikan pada setiap cabang ilmu pengetahuan.
Pasal 30
Pengelola satuan pendidikan bertanggungjawab atas pemberian kesempatan kepada tenaga kependidikan yang bekerja di satuan pendidikan yang bersangkutan untuk mengembangkan kemampuan profesional masing-masing.
Pasal 31
Tenaga kependidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa.
Pasal 32
Perguruan tinggi bertanggungjawab atas pelaksanaan program-program pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan profesional tenaga kependidikan dalam bidang ilmu pengetahuan yang merupakan ruang lingkup tugasnya.
BAB IX
WAJIB KERJA
Pasal 33
(1) Untuk kepentingan pembangunan nasional, Pemerintah dapat mewajibkan warga negara Republik Indonesia yang memiliki kemampuan profesional dalam cabang ilmu pengetahuan tertentu bekerja sebagai tenaga pendidik untuk jangka waktu tertentu.
(2) Pengelola sistem pendidikan nasional bertanggungjawab atas penetapan kebijaksanaan umum berkenaan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) menjadi wewenang Menteri, Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.
BAB X
KESEJAHTERAAN
Pasal 34
(1) Tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan memperoleh gaji dan tunjangan secara berkala.
(2) Tenaga kependidikan yang berkedudukan sebagai pegawai negeri berhak memperoleh gaji, tunjangan, dan/atau pensiun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi pegawai negeri.
(3) Tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat berhak memperoleh gaji dan tunjangan sesuai dengan perjanjian tertulis yang dibuat antara penyelenggara satuan pendidikan dengan tenaga kependidikan yang bersangkutan atau sesuai dengan peraturan yang berlaku di satuan pendidikan yang bersangkutan.
Pasal 35
(1) Tenaga kependidikan dapat bekerja di luar tugas pokoknya untuk memperoleh penghasilan tambahan sepanjang tidak mengganggu penyelenggaraan tugas pokok.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri, Menteri lain, atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Pasal 36
Tenaga kependidikan berhak memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan pcraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XI
KEDUDUKAN DAN PENGHARGAAN
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 37
Pada taman kanak-kanak terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi kepala taman kanak-kanak dan guru.
Pasal 38
(1) Pada taman kanak-kanak luar biasa terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi kepala taman kanak-kanak, guru kelas, dan pelatih.
(2) Pada taman kanak-kanak luar biasa dapat juga diadakan pembimbing.
Pasal 39
(1) Pada sekolah dasar terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi kepala sekolah, guru kelas, dan guru mata pclajaran.
(2) Pada sekolah dasar dapat juga diadakan guru inti, koordinator bidang studi, pembimbing, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
Pasal 40
(1) Pada sekolah dasar luar biasa terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi kepala sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran, dan pelatih.
(2) Pada sekolah dasar luar biasa dapat juga diadakan pembimbing, pustakawan, dan tenaga ahli lain.
Pasal 41
(1) Pada sekolah lanjutan tingkat pertama terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, pembimbing, pustakawan, dan laboran.
(2) Pada sekolah lanjutan tingkat pertama dapat juga diadakan guru inti, koordinator bidang studi, dan teknisi sumber belajar.
Pasal 42
(1) Pada sekolah lanjutan tingkat pertama luar biasa terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, guru mata pelajaran, pelatih, pembimbing, dan pustakawan.
(2) Pada sekolah lanjutan tingkat pertama luar biasa dapat juga diadakan teknisi sumber belajar dan tenaga ahli lain.
Pasal 43
(1) Pada sekolah menengah umum terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, guru praktek, pembimbing, pustakawan, dan laboran.
(2) Pada sekolah menengah umum dapat juga diadakan guru inti, koordinator bidang studi, dan teknisi sumber belajar.
Pasal 44
(1) Pada sekolah menengah kejuruan terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, wali kelas, ketua jurusan, guru mata pelajaran, guru praktek, ketua rumpun, pembimbing, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan kepala instalasi.
(2) Pada sekolah menengah kejuruan dapat juga diadakan guru inti dan kepala asrama.
Pasal 45
Pada sekolah menengah keagamaan terdapat kedudukan tenaga ke-pendidikan yang meliputi kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, pembimbing, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan kepala asrama.
Pasal 46
(1) Pada sekolah menengah kedinasan terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, wali kelas, ketua jurusan, guru mata pelajaran, guru praktek, ketua rumpun, pembimbing, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan kepala instalasi.
(2) Pada sekolah menengah kedinasan dapat juga diadakan guru inti dan kepala asrama.
Pasal 47
(1) Pada sekolah menengah luar biasa terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, pelatih, pembimbing, pustakawan, dan tenaga ahli lain.
(2) Pada sekolah menengah luar biasa dapat juga diadakan teknisi sumber belajar.
Pasal 48
Penyelenggara satuan pendidikan dapat mengadakan pengawas, penilik, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan.
Pasal 49
Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan luar biasa pada lebih dari satu jenjang dapat dipimpin olch hanya I (satu) kepala sekolah.
Pasal 50
(1) Pada universitas/institut terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi rektor dan pembantu rektor, dekan dan pembantu dekan, ketua jurusan/bagian dan sekretaris jurusan/bagian, ketua program studi, ketua lembaga pengabdian kepada masyarakat dan sekretaris lembaga pengabdian kepada masyarakat, kepala pusat penelitian, dosen biasa, dosen luar biasa, dan dosen tamu, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi.
(2) Pada universitas/institut dapat juga diadakan direktur pasca sarjana, ketua lembaga penelitian dan sekretaris lembaga penelitian, kepala bengkel, kepala kebun percobaan, kepala unit pelaksana teknis lain, dan kepala asrama.
Pasal 51
(1) Pada sekolah tinggi terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi ketua sekolah tinggi dan pembantu ketua sekolah tinggi, ketua jurusan dan sekretaris jurusan, ketua program studi, kepala pusat penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, kepala pusat komputer, kepala laboratorium/studio, kepala perpustakaan, dosen biasa, dosen luar biasa, dan dosen tamu, peneliti, dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi.
(2) Pada sekolah tinggi dapat juga diadakan dosen pasca sarjana, kepala bengkcl, kepala kebun percobaan, kepala unit pelaksana teknis lain, dan kepala asrama.
Pasal 52
(1) Pada politeknik terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi direktur dan pembantu direktur, ketua jurusan dan sekretaris jurusan, ketua program studi, ketua lembaga pengabdian kepada masyarakat, kepala laboratorium/studio, kepala perpustakaan, kepala bengkel, dosen biasa, dosen luar biasa, dan dosen tamu, pustakawan, laboran, dan teknisi.
(2) Pada politeknik dapat juga diadakan kepala pusat penelitian, kepala kebun percobaan, kepala unit pelaksana teknis lain, dan kepala asrama.
Pasal 53
(1) Pada akademi terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi direktur dan pembantu direktur, ketua jurusan dan sekretaris jurusan, ketua program studi, kepala pusat penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, kepala laboratorium/studio, kepala perpustakaan, dosen biasa, dosen luar biasa, dan dosen tamu, pustakawan, laboran, dan teknisi.
(2) Pada akademi dapat juga diadakan kepala bengkel, kepala kebun percobaan, kepala unit pelaksana teknis lain, dan kepala asrama.
Pasal 54
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 39 ayat (2), Pasal 40 ayat (2), Pasal 41 ayat (2), Pasal 42 ayat (2), Pasal 43 ayat (2), Pasal 44 ayat (2), Pasal 46 ayat (2), Pasal 47 ayat (2), Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 ayat (2), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), dan Pasal 53 ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 55
(1) Pada balai pengembangan kegiatan belajar terdapat kedudukan Lembaga kependidikan yang meliputi kepala balai, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
(2) Pada sanggar kegiatan belajar terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi kepala sanggar, pustakawan, dan teknisi sumber belajar.
Pasal 56
(1) Pada kelompok belajar terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang disebut ketua kelompok.
(2) Pada kursus terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi kepala kursus, guru, penguji, dan teknisi sumber belajar.
Pasal 57
(1) Pada pusat yang menyelenggarakan peningkatan kemampuan kerja terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi kepala pusat, pustakawan, laboran, kepala instalasi, dan kepala asrama.
(2) Pada balai yang menyelenggarakan peningkatan kemampuan kerja terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang meliputi kepala balai, teknisi sumber belajar, pustakawan, laboran, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, dan kepala asrama.
(3) Pada taman bacaan masyarakat terdapat kedudukan tenaga kependidikan yang disebut pustakawan.
Pasal 58
Kedudukan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 57 ditetapkan berdasarkan karier dan prestasi kerja oleh penyelenggara satuan pendidikan tempat tenaga kependidikan melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Penghargaan
Pasal 59
(1) Penghargaan diberikan kepada tenaga kependidikan pada satuan pendidikan baik di jalur pendidikan sekolah maupun di jalur pendidikan luar sekolah atas dasar prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan pada lembaga, berjasa terhadap negara, karya luar biasa atau tewas dalam melaksanakan tugas.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh Pemerintah dan/atau rmasyarakat berupa kenaikan pangkat, tanda jasa atau penghargaan lain.
(3) Bentuk penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi piagam, bintang, lencana, uang atau bentuk lain.
BAB XII
PERLINDUNGAN HUKUM
Pasal 60
(1) Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan baik di jalur pendidikan sekolah maupun di jalur pendidikan luar sekolah.
(2) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
1. rasa aman dalam melaksanakan baik tugas mengajar maupun tugas lain yang berhubungan dengan tugas mengajar;
2. perlindungan terhadap keadaan membahayakan yang dapat mengancam jiwa baik karena alam maupun perbuatan manusia;
3. perlindungan dari pemutusan hubungan kerja secara sepihak yang merugikan tenaga kependidikan;
4. penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial bagi tenaga kependidikan yang sesuai dengan tuntutan tugasnya.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan olch Menteri.
BAB XIII
IKATAN PROFESI
Pasal 61
(1) Tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat, dan kesejahteraan tenaga kependidikan.
(2) Pembentukan ikatan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XIV
TENAGA KEPENDIDIKAN
WARGA NEGARA ASING
Pasal 62
(1) Untuk kepentingan pembangunan nasional, Menteri dapat meminta warga negara asing yang memiliki ilmu pengetahuan dan/atau keahlian tertentu yang langka dan sangat diperlukan bagi pembangunan nasional serta memiliki sikap mental dan pandangan hidup yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 untuk menjadi tenaga pendidik.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menterl.
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 63
Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tenaga kependidikan dan peraturan pelaksanaannya yang ada pada saat
diundangkannya Peraturan Pemerintah ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 64
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Juli 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Juli 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 1992 TENTANG
TENAGA KEPENDIDIKAN
UMUM
Tenaga kependidikan merupakan unsur terpenting dalam sistem pendidikan nasional yang diadakan dan dikembangkan untuk menyelenggarakan pengajaran, pembimbingan, dan pelatihan bagi para peserta didik. Di antara para tenaga kependidikan ini para tenaga pendidik merupakan unsur utama.
Berbagai hal berkenaan dengan tenaga kependidikan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Para tenaga kependidikan terdapat pada jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah, dan pada semua jenjang pendidikan prasekolah. Para tenaga kependidikan tidak hanya bekerja pada satuan-satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah tapi juga pada satuan-satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Tidak semua satuan-satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah berada di bawah tanggungjawab langsung dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tetapi juga ada yang berada di bawah tanggungjawab langsung dari Departemen lain atau Lembaga Pemerintah Non Departemen. Oleh sebab itu Peraturan Pemerintah ini ditetapkan dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan tersebut di atas.
Peraturan Pemerintah ini tidak hanya menyatakan hak dan kewajiban para tenaga kependidikan dalam sistem pendidikan nasional Republik Indonesia, melainkan juga menyatakan hak dan kewajiban masing-masing penyelenggara satuan pendidikan berkenaan dengan tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan-satuan pendidikan yang bersangkutan. Selain itu Peraturan Pemerintah ini juga mengatur pengadaan, persyaratan pengangkatan, penugasan, pembinaan, pengembangan, dan pemberhentian tenaga kependidikan.
Bagi tenaga kependidikan yang berkedudukan sebagai pegawai negeri, berlaku juga ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur hak dan kewajiban pegawai negeri Republik Indonesia.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Diantara para pembimbing terdapat penyuluh dan fasilitator, sedangkan diantara pelatih terdapat instruktur, tutor, dan pamong belajar, juga terdapat widyaiswara yang membimbing, mengajar, dan melatih.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Hirarki terwujud misalnya pada perguruan tinggi sebagai pembedaan antara lektor muda, lektor, lektor kepala, dan guru besar. Para pesantren sebagai pembedaan antara ustad, kiai, syech dan hadiatul syech dan pada sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah menengah sebagai pembedaan antara guru pratama, guru muda, guru madya, guru dewasa, guru pembina, dan guru utama. Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Kemampuan yang dimaksud dalam ayat ini merupakan tingkat kemahiran yang diperoleh melalui pendidikan yang sesuai dan yang dinyatakan dengan ijazah untuk membantu kegiatan belajar-mengajar peserta didik. Kemampuan termaksud merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh wewenang mengajar yang tersebut dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ayat (2)
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, kegiatan-kegiatan tertentu dapat menjadi tanggungjawab tenaga pendidik.
Jenis tenaga pendidik dimaksud adalah tenaga-tenaga yang memiliki kemampuan atau keahlian tertentu yang tidak diperoleh dari lembaga pendidikan tenaga keguruan, seperti empu pembuat keris, atau ahli teknik yang memperoleh kemampuan tertentu karena bekerja di pabrik.
Ayat (3) Peraturan perundang-undangan yang dimaksud dalam ayat ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 dan peraturan pelaksanaannya. Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Butir 1
Huruf a
Yang dimaksud dengan penyakit menular dalam butir ini adalah penyakit seperti tuberculosa dan kusta.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Butir 2
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Ketentuan dalam ayat ini diadakan untuk mencegah misalnya kemungkinan penempatan terlalu banyak tenaga pendidik di suatu sekolah dan penempatan terlalu sedikit tenaga pendidik di sekolah lain.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bidang studi dalam ayat ini ialah pengetahuan yang diperlukan untuk pengajaran di sekolah melalui sejumlah mata pelajaran yang serumpun.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan lembaga pendidikan tenaga keguruan dalam ayat ini ialah Fakultas Tarbiyah atau satuan pendidikan yang sejenis.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan lembaga pendidikan tenaga keguruan dalam ayat ini ialah Fakultas Tarbiyah atau satuan pendidikan yang sejenis.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan jenjang dalam ayat ini ialah pembedaan tingkat pendidikan dalam jenjang pendidikan diploma, pendidikan sarjana, pendidikan spesialis, pendidikan magister, dan pendidikan doktor, sedangkan yang dimaksud dengan jenis ialah pembedaan pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Butir 1
Cukup jelas
Butir 2
Cukup jelas
Butir 3
Cukup jelas
Ayat (2)
Butir 1
Cukup jelas
Butir 2
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan guru mata pelajaran dalam ayat ini meliputi guru agama, guru pendidikan jasmani, dan guru mata pelajaran lain.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Butir 1
Cukup jelas
Butir 2
Cukup jelas
Butir 3
Cukup jelas
Butir 4
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar