PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2015
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 90 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MADRASAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
a. bahwa untuk mengoptimalkan penyelenggaraan pendidikan madrasah dalam rangka peningkatan akses, mutu, dan daya saing, serta relevansi pendidikan madrasah perlii mengubah Peraturan Menteri Agama NOmor 90 Tahun 20 l3 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agama tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah;
Mengingat
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor 430 l);
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen {Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
3. PeraturanPemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Rmbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Keduaatas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 45, Tambahan Lembarän Negara Republik Indonesia Nomor 5670};
4. Peraturan Pemerintah Nomor 5?i Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran Negarn Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4769);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4863);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4864};
7. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Gtiru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Pembahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan {Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
9. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara {Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
10. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 273);
11. Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama (Berita Negara Reptiblik Indonesia Tahun 2010 Nomor 592) sebagaimana telah beberapa kalidiubah terakhir dengan Peraturan Menteri Agama Nomor Í6 Tahun 2015 tentang Pembahan Keempat Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 348};
12. Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas Pendidikan Agama Islam pada Sekolah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 206) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas Pendidikan Agama Islam pada Sekolah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 684);
13. Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Kementerian Agama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 8U›1);
14. Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1382);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 90 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN MADRASAH.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah {Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1382) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah, sehingga berbunyi:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah adalah kegiatan pelaksanaan komponen sistem pendidikan pada Raudhatul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan Madrasah Aliyah Kejuman agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
2. Madrasah adalah satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dan kejuruan dengan kekhasan agama Islam yang mencakup Raudhatul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan Madrasah Aliyah Kejuruan.
3. Raudhatul Athfal yang selanjutnya disingkat RA adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan dengan kekhasan agama Islam bagi anak bemsia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
4. Madrasah Ibtidaiyah yang selanjutnya disingkat MI adalah satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam yang terdiri dari 6 (enam) tingkat pada jenjang pendidikan dasar.
5. Madrasah Tsanawiyah yang selanjutnya disingkat MTs adalah satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam yang terdiri dari 3 (tiga) tingkat pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari Sekolah Dasar, MI, atau bentuk lain yang sederajat, diakui sanna atau setara Sekolah Dasar atau MI.
6. Madrasah Aliyah yang selanjutnya disingkat MA adalah satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari Sekolah Menengah Pertama, MTs, atau bentuk lain yang sederajat, diakui sanna atau setara Sekolah Menengah Pertama atau MTs.
7. Madrasah Aliyah Kejuruan yang selanjutnya disingkat MAK adalah satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan dengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari Sekolah Menengah Pertama, MTs, atau bentuk lain yang sederajat, diakui sama atau setara Sekolah Menengah Pertama atau MTs.
8. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengatoran mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran nutuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
10. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada RA, MI, MTs, MA, dan MAK.
11. Akreditasi Madrasah adalah kegiatan penilaian nutuk menentukan kelayakan RA, MI, MTs, MA, dan MAK berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
12. Madrasah Akademik adalah protoÛpe madrasah aliyah berbentuk madrasah aliyah negeri insan cendekia atau madrasah aliyah lainnya yang diselenggarakan oleh pemerintah atan masyarakat yang mengembangkan keunggulan kompetitif di bidang akademik, riset, dan sains.
13. Madrasah Keterampilan adalah prototipe madrasah aliyah yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat yang mengembangkan keunggulan kompetitif di bidang keterampilan atan kejuruan atan kecakapan hidup.
14. Madrasah Keagamaan adalah prototipe madrasah aliyah yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat yang mengembangkan keunggulan kompetitif di bidang keahlian kajian keagamaan
15. Pendidikan khusus pada Madrasah adalah pendidikan bagi peserta didik madrasah yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fısik, emosional, mental, sosial, dan/ atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
16. Kementerian adalah Kementerian Agama.
17. Menteri adalah Menteri Agama.
18. Direktur £tenderal adalah Direktur Jenderal Pendidikan Islam.
19. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi.
20. Kantor Kementerian Agama adalah Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.
BAB H JENJANG DAN BENTUK
Pasal 2 Jenjang pendidikan madrasah terdiri atas:
a. pendidikan anak usia dini;
b. pendidikan dasar; dan
c. pendidikan menengah.
Pasal 3
(1) Pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, berbentuk RA.
(2) Pendidikan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, berbentuk MI dan MTs.
(3) Pendidikan menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, berbentuk MA dan MAK.
Pasal 4
RA memiliki program pembelajaran 1 (satu) atau 2 (dua) tahun.
Pasal 5
(1) MI terdiri atas 6 (enam) tingkatan kelas yaitu kelas 1 (satu), kelas 2 (dna), kelas 3 (tiga), kelas 4 (empat), kelas 5 (lima), dan kelas 6 (enam).
(2) MTs terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas yaitu kelas 7 (tujuh), kelas 8 (delapan), dan kelas 9 (sembilan).
PasaJ 6
(1) MA terdiri atas 3 (tiga) tingkatan kelas yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), dan kelas 12 (dua belas). -
(2} MAK dapat terdiri atas 3 (tiga} tingkatan kelas yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), dan kelas 12 (dna belas), atau terdiri atas 4 (empat) tingkatan kelas yaitu kelas 10 (sepuluh), kelas 11 (sebelas), kelas 12 (dua belas), dan kelas 13 (tiga belas) sesuai dengan tuntutan kompetensi kejuruan yang dipersyaratkan dari dunia keija.
BAB III PENDIRIAN
Bagian Kesatu
Pasal 7
Pendidikan Madrasah diselenggarakan oleh Pemerintah atau Masyarakat.
Pasal 8
(1) Pendirian madrasah yang diselenggarakan oleh pemerintah ditetapkan oleh Menteri.
(2) Pendirian madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri dalam bentuk pemberian izin operasional.
(3) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan berdasarkan kelayakan pendirian yang meliputi aspek kebutuhan masyarakat.
Bagian Kedua Persyaratan
Pasal 9
(1) Pendirian madrasah yang diselenggarakan oleh pemerintah wajib memenuhi standar nasional pendidikan.
(2) Pendirian madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), harus memenuhi persyaratan administratif, persyaratan teknis, dan persyaratan kelayakan pendirian.
(3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit meliputi:
a. penyelenggara pendidikan merupakan organisasi berbadan hukum;
b. memiliki struktur organisasi, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), dan pengurus;
c. mendapat rekomendasi dari Kepala Kantor Kementerian Agama; dan
d. memiliki kesanggupan untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan paling sedikit sampai 1 (satu) tahun pelajaran berikutnya.
(4) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi kesiapan pelaksanaan kurikulum, jumlah peserta didik, jumlah dan kualifıkasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, rencana pembiayaan pendidikan, proses pembelajaran, sistem evaluasi pembelajaran dan program pendidikan, serta organisasi dan manajemen madrasah.
(5) Persyaratan kelayakan pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (2J, meliputi aspek:
a. tata ruang, geografis, dan ekologis;
b. prospek pendaftar;
c. sosial dan budaya; serta
d. demografi anak usia sekolah dengan ketersediaan lembaga pendidikan formal.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif, persyaratan teknis, dan persyaratan kelayakan pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan ayat (5), ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Bagian Ketiga Penamaan Madrasah
Pasal 10
(1) Nama madrasah yang diselenggarakan oleh pemerintah ditulis nama satuan pendidikan diikuti dengan nama kabupaten/kota.
(2) Dalam ha1 jumlah madrasah yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk setiap satuan pendidikan lebih dari satu madrasah, nama madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditulis dengan menambahkan nomor urut pendirian diikuti dengan nama kabupaten/kota.
(3) Penggunaan nama madrasah yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan istilah khusus ditetapkan oleh Menteri.
2. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi:
Pasal 11
(1) Nama madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat ditulis nama satuan pendidikan diikuti nama yang ditetapkan oleh penyelenggara pendidikan yang bersangkutan.
(2) Di belakang nama yang ditetapkan oleh penyelenggara pendidikan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti nama desa/kelurahan, nama kecamatan, dan nama kabupaten/kota.
3. Ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf a diubah, huruf b dihapus, dan ayat (2) diubah, sehingga Pasal 16 berbunyi:
BAB IV PESERTA DIDIK
Bagian Kesatu Raudlatul Athfal
Pasal 12
Peserta didik RA berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
Pasal3
(1) Penerimaan peserta didik pada RA dilakukan secara adil, objektif, transparan, dan akcıntabel.
(2) Satuan pendidikan RA dapat menerima peserta didik pindahan dari Taman Kanak-Kanak atau bentuk lain yang sederajat.
Bagian Kedua Madrasah Ibtidaiyah
Pasal 14
(1) Peserta didik pada MI paling rendah berusia b (enam) tahiin.
(2) Pengecualian terhadap ketentuan pada ayat (1), dapat dilakukan atas rekomendasi tertulis dari psikolog.
(3) Dalam hal tidak ada psikolog, rekomendasi dapat dilakukan oleh dewan guru satuan pendidikan yang bersangkutan.
(4) MI wajib menerima warga negara berusia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 12 (dua belas) tahun sebagai peserta didik sesuai dengan jumlah daya tampungnya.
(5) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) tidak mempersyaratkan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung calon peserta didik.
(6) MI wajib menyediakan akses bagi peserta didik berkebutuhan khusus.
PAsal 15
(1) Penerimaan peserta didik pada MI dilakukans ecara adil, objektif, transpasaran dan akuntabel
(2) MI dapat menerima peserta didik pindahan dari Sekolah DAsar/Program Paket A atau bentuk lain yang sederajat
Pasal 16
(1) Peserta didik kelas 7 (tujuh) MTs wajib:
a. memiliki ijazah MI/Sekolah Dasar (SD)/Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)/Program Paket A/Pendidikan Diniyah Formal (PDF) Ula atau bentuk lain yang sederajat;
b. dihapus;
c. berusia paling tinggi 18 (delapan belas) tahun pada awal tahun pelajaran baru.
(2) MTs wajib menerima warga negara berusia 13 (tiga belas) sampai dengan 15 (lima belas) tahun sebagai peserta didik sesuai dengan jumlah daya tampungnya.
(3) MTs wajib menyediakan akses bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus.
Pasal 17
(1) Penerimaan peserta didik pada MTs dilakukans ecara adil, objektif, transpasaran dan akuntabel
(2) MTs dapat menerima peserta didik pindahan dari Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Program Paket B atau bentuk lain yang sederajat
4. Ketentuan Pasal 18 diubah, sehingga berbunyi:
Pasal 18
(1) Peserta didik kelas 10 (sepuluh) MA/MAK wajib:
a. memiliki ijazah MTs/SMP/SMPLB/Program Paket B/Pendidikan Diniyah Formal (PDF) Wustha atau bentuk lain yang sederajat;
b. memiliki Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) MTs/SMP/ SMPLBProgram Paket B /Pendidikan Diniyah Formal (PDF) Wustha atau bentuk lain yang sederajat; dan
c. berusia paling tinggi 21 (dua puluh satu) tahun pada awal tahun pelajaran baru.
(2) Peserta didik pada MA/MAK harus menyelesaikan pendidikannya pada MTs/SMP/SMPLB/Program Paket B atau bentuk lain yang sederajat.
(3) MA/MAK wajib menyediakan akses bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus.
5. Ketentuan Pasal 19 diubah, sehingga berbunyi:
Pasal 19
(1) Penerimaan peserta didik pada MA/MAK dilakukan seeara adil, objektif, transparan, dan akuntabel.
(2) MA/MAK dapat menerima peserta didik pindahan dari MA /MAK /SMA /SMK /Program Paket C/Pendidikan Diniyah Formal (PDF) Ulya atau bentuk lain yang sederajat.
Pasal 20
(1) Perpindahan peserta didik barn antar madrasah atau dari sekolah dalam satu kabupaten/kota, antar kabupaten/kota dalam satu provinsi, atau antar provinsi dilaksanakan atas dasar persetujuan kepala madrasah/sekolah asal dan kepala madrasah/sekolah yang dituju dan dilaporkan kepada kepala kantor kementerian agama dan dinas yang menyelenggarakan urusan pendidikan di kabupaten/kota sesuai kewenangannya.
(2) Perpindahan peserta didik barn dari satuan pendidikan asing ke madrasah, dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai kewenangannya.
Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai peserta didik pada RA, MI, MTs, dan MA/MAK ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB V KURIKULUM
Pasal 22
Setiap madrasah wajib melaksanakan kurikulum yang ditetapkanq oleh pemerintah.
Pasal 23
Kurikulum RA berisi program-program pengembangan nilai agama dan moral, motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni.
Pasal 24
(1) Struktur Kurikulum MI terdiri atas muatan:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan;
c. bahasa;
d. matematika;
e. ilmu pengetahuari alam;
f. ilmu pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya;
h. pendidikan jasmani dan olahraga;
i. keterampilan/kejuruan; dan
(2) Muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diorganisasikan dalam 1 (satu) atau lebih mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan dan program pendidikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur kurikulum MI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 25
(1) Struktur Kurikulum MTs terdiri atas muatan:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan;
c. bahasa;
d. matematika;
e. ilmu pengetahuan alam;
f. ilmu pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya;
h. pendidikan jasmani dan olahraga;
i. keterampilan/kejuruan; dan
j. muatan lokal.
(2) Muatan sebagaiman dimaksud pada ayat (1), dapat diorganisasikan dalam 1 (satu) atau lebih mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan dan program pendidikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur kurikulum MTs sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
6. Ketentuan Pasal 26 dihapus.
Pasal 27
(1) Penjurusan pada MAK berbentuk bidang studi keahlian.
(2) Setiap bidang studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (l), dapat terdiri atas 1 (satu) atau lebih program studi keahlian.
(3) Setiap program studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dapat terdiri atas 1 (satu) atau lebih kompetensi keahlian.
(4) Bidang studi keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:
a. bidang studi keahlian teknologi dan rekayasa;
b. bidang studi keahlian kesehatan;
c. bidang studi keahlian seni, kerajinan, dan pariwisata;
d. bidang studi keahlian teknologi informasi dan komunikasi;
e. bidang studi keahlian agribisnis dan agroteknologi; -
f. bidang studi keahlian bisnis dan manajemen; dan
g. bidang studi keahlian lain yang diperlukan masyarakat.
{5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 28
(1) Kurikulum MA terdiri dari:
a. muatan umum;
b. muatan peminatan akademik; dan
c. muatan pilihan lintas minat ata.u pendalaman minat.
(2) Kurikulum MAK terdiri dari:
a. muatan umum;
b. muatan peminatan akademik;
c. muatan peminatan kejuruan; dan
d. muatan pilihan lintas minat atau pendalaman minat.
(3) Muatan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2)
huruf a, terdiri dari:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan;
c. bahasa;
d. matematika;
e. ilmu pengetahuan alam;
f. ilmu pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya;
h. pendidikan jasmani dan olahraga;
i. keterampilan/kejuruan; dan
j. muatan lokal.
(4) Muatan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat diorganisasikan dalam 1 (satu) atau lebih mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan dan program pendidikan.
(5) Muatan peminatan akademik pada MA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari:
a. matematika dan ilmu pengetahuan alam;
b. ilmu pengetahuan sosial;
c. bahasa dan budaya; atau
d. keagamaan.
(6) Muatan peminatan kejuruan pada MAK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, terdiri dari:
a. teknologi dan rekayasa;
b. kesehatan;
c. seni, kerajinan, dan pariwisata;
d. teknologi informasi dan komunikasi;
e. agribisnis dan agroteknologi;
f. bisnis dan manajemen;
g. perikanan dan kelautan; atau
h. peminatan lain yang diperlukan masyarakat.
(7} Ketentuan lebih lanjut mengenai muatan akademik dan muatan lintas minat atau pendalaman minat MA serta muatan peminatan kejuruan dan pilihan lintas minat atau pendalaman minat untuk MAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ‹:}itetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 29
(1) Mata pelajaran pendidikan agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 28 ayat (3) huruf a, dikembangkan menjadi 4 (empat) mata pelajaran, yaitu:
a. al-Qur’an Hadis;
b. akidah-akhlak;
c. fıkih; dan
d. sejarah kebudayaan Islam.
(2) Mata pelajaran bahasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf c, dikembangkan menjadi 3 (tiga) mata pelajaran, yaitu:
a. bahasa Indonesia;
b. bahasa Inggris; dan
c. bahasa Arab.
(3) Kurikulum mata pelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan oleh Menteri.
7. Ketentuan Pasal 30 ayat (2) huruf b diubah, ayat (5) diubah dan ayat (6) dihapus, sehingga Pasal 30 berbunyi:
Pasal 30
(1) Gum Madrasah hams memiliki kualifıkasi umum, kualifıkasi akademik, dan kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan pemndang-undangan.
(2) Untuk memenuhi kualiflkasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) guru madrasah harus:
a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. berakhlaq mulia; dan
c. sehat jasmani dan rohani.
(3) Selain Standar kualifıkasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) guru mata pelajaran al- Qur’an Hadis, akidah akhlak, flkih, sejarah kebudayaan Islam, bahasa Arab, dan mata pelajaran pendidikan agama Islam lainnya wajib beragama Islam.
{4) Kualiflkasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertiflkat keahlian yang relevan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan kompetensi pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.
(6) Dihapus.
8. Di antara Pasal 47 dan Pasal 48 disisipkan 2 (satu) bagian yakni Bagian Keempat dan Bagian Kelima, serta 2 (dua) pasal yakni Pasal 47A dan Pasal 47B, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Bagian Keempat Kelompok Kerja Ouru
Pasal 47A
(1) Guru RA/MI dapat membentuk fomm Kelompok KeÇa Guru (KKG}.
(2) KKG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk pada tingkat satuan pendidikan madrasah, kecamatan, dan kabupaten/kota.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai KKG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 31
(1) Guru madrasah yang diselenggarakan oleh pemerintah diangkat oleh Menteri.
(2) Guru madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat oleh penyelenggara madrasah.
Pasal 32
(1) Guru madrasah yang diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), dapat diberikan tugas tambahan sebagai kepala madrasah atau pengawas madrasah.
(2) Ketentuan mengenai penugasan guru sebagai kepala madrasah dan pengawas madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Menteri.
PasaJ 33
(1) Setiap RA wajib menyediakan 1 (satu) orang guru untuk setiap rombongan belajar.
(2) Setiap MI wajib menyediakan 1 (satu) orang guru untuk setiap rombongan belajar.
(3) Disamping 1 (satu) orang guru untuk setiap rombongan belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2), setiap MI wajib memiliki paling sedikit 1 (satu) orang guru mata pelajaran pendidikan agama Islam dan 1 (satu) orang guru mata pelajaran pendidikan jasmani dan olah raga.
Pasal 34
(1) Setiap MTs, MA, dan MAK wajib menyediakan 1 (satu} orang guru untuk setiap mata pelajaran.
(2) Untuk daerah khusus dan mata pelajaran pendidikan agama Islam, setiap MTs, MA, dan MAK dapat menyediakan I (satu) orang guru untuk setiap rumpun mata pelajaran.
(3) Selain menyediakan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
wajib memiliki instruktur sesuai dengan bidang kejuruan yang diselenggarakan.
PasM35
(1) Setiap madrasah yang melaksanakan pendidikan inklusif wajib memiliki pendidik yang memiliki kompetensi untuk menyelenggarakari pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus.
(2) Pedoman pelaksanaan pendidikan inklusif sebagaimana dimaksud-pada ayat (1), ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 36
Guru madrasah yang diangkat oleh pemerintah dapat ditugaskan di madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat.
BAB VII TENAGA KKPENDIDIKAN
Pasal 37
(1) Tenaga kependidikan pada madrasah terdiri atas:
a. pimpinan madrasah;
b. tenaga perpustakaan;
c. tenaga laboratorium;
d. tenaga administrasi;
e. tenaga bimbingan dan konseling;
f. tenaga kebersihan; dan
g. tenaga keamanan.
(2) Pimpinan madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. kepala madrasah; dan
b. wakil kepala madrasah.
(3) Selain tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), madrasah yang memiliki asrama siswa atau ma’had dapat mengangkat tenaga pengelola asrama siswa atau pengelola ma’had.
Pasal 38
(1) Tenaga kependidikan pada:
a. RA paling sedikit memiliki kepala madrasah dan tenaga kebersihan;
b. MI paling sedikit memiliki kepala madrasah, tenaga perpustakaan, tenaga administrasi, dan tenaga kebersihan; dan
c. MTs, MA, dan MAK paling sedikit memiliki kepala madrasah, wakil kepala madrasah, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga administrasi, tenaga bimbingan dan konseling, dan tenaga kebersihan.
(2) Wakil kepala madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, paling sedikit 1 (satu) orang dan paling banyak 4 (empat) orang.
(3) Dalam hal madrasah tidak memiliki tenaga bimbingan dan konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf c, kepala madrasah dapat menugaskan guru yang memiliki kompetensi dalam bidang bimbingan dan konseling.
Pasal 39
(1) Tenaga kependidikan pada madrasah yang diselenggarakan oleh pemerintah diangkat oleh Menteri.
(2) Dalam hal tidak tersedia tenaga kependidikan yang diangkat oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (l), kepala madrasah dapat mendayagunakan tenaga kependidikan tidak tetap.
(3) Tenaga kependidikan pada madrasah yang diselenggarakan ” oleh masyarakat diangkat oleh penyelenggara madrasah.
BAB VIII SARANA DAN PRASARANA
Pasal 40
(1) Setiap madrasah wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
(2) Setiap madrasah wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan madrasah, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat bermain, tempat beribadah, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
(3) Selain prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), MAK wajib memiliki ruang unit produksi.
(4) Standar sarana dan prasarana madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), berpedoman pada Standar Nasional Pendidikan (SNP).
BAB IX PENGELOLAAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 41
(1) Pengelolaan madrasah dilakukan dengan menerapkan manajemen berbasis madrasah yang dilaksanakan dengan prinsip keadilan, kemandirian, kemitraan dan partisipasi, nirlaba, efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.
(2) Pengelolaan madrasah yang diselenggarakan oleh pemerintah dilakukan oleh pemerintah.
(3) Pengelolaan madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh lembaga/organisasi penyelenggara pendidikan berbadan hukum.
Pasal 42
Pembinaan pengelolaan madrasah yang diselenggarakan oleh pemerintah dan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilakukan oleh Menteri.
Pasal 43
Kepala madrasah adalah penanggungjawab pengelolaan pendidikan di madrasah.
Pasal 44
(1) Setiap madrasah dikelola atas dasar rencana keıja tahunan yang merupakan penjabaran rinGi dari rencana kerja jangka menengah madrasah untuk masa 4 (empat) tahun.
(2) Rencana.:
(2) Rencana kerja tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kalender pendidikan yang meliputi jadual pembelajaran, ulangan, ujian, kegiatan ekstra kurikuler, dan hart libur;
b. jadual pelajaran per semester;
c. penugasan pendidik pada mata pelajaran dan kegiatan lainnya;
d. jadual penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan;
e. pemilihan dan penetapan buku teks pelajaran yang digunakan untuk setiap mata pelajaran;
f. jadual penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pembelajaran;
g. pengadaan, penggunaan, dan persediaan minimal barang habis
h. program peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan yang meliputi paling sedikit jenis, durasi, peserta, dan penyelenggara program;
i. jadual rapat dewan guru, rapat konsultasi madrasah dengan orang tua/wali peserta didik, dan rapat madrasah dengan komite madrasah;
j. rencana anggaran pendapatan dan belanja madrasah untuk masa kerja 1 (satu) tahun; dan
k. jadual penyusunan laporan keuangan dan laporan kinerja madrasah untuk 1 (satu) tahun terakhir.
(3) Rencana kerja madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus disetujui oleh rapat dewan guru.
(4) Komite madrasah dapat memberikan masukan dan pertimbangan dalam penyusunan rencana kerja madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2).
Pasal 45
(1) Setiap madrasah wajib memiliki pedoman yang mengatur tentang:
a. struktur organisasi;
b. pembagian tugas pendidik;
e. pembagian tugas tenaga kependidikan;
d. kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus;
e. kalender pendidikan yang berisi seluruh program dan kegiatan madrasah selama 1 (satu) tahun pelajaran yang dirinci secara semesteran, bulanan, dan mingguan;
f. peraturan akademik;
g. tata tertib pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik;
h. peraturan penggunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana;
i. kode etik hubungan antara sesama warga madrasah dan hubungan antara warga madrasah dan masyarakat; dan
j. biaya operasional.
(2) Ketentuan mengenai pedoman pengelolaan madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Bagian Kedua ...
Bagian Kedua Komite Madrasah
(1) Komite madrasah terdiri dari wakil orang tua peserta didik, tokoh agama/masyarakat, dan tokoh pendidikan.
(2) Komite madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberikan pertimbangan dan masukan kepada pimpinan madrasah untuk meningkatkan mutu madrasah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Komite madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Direktur Jenderal..
Bagian Ketiga Kelompok Kenya Madrasah
Pasal 47
(1) Kelompok Kerja Madrasah (KKM) merupakan forum Kepala Madrasah yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama untuk RA, MI, MTs, atau MA/MAK yang bertujuan untuk pengembangan mutu madrasah di kabupaten/kota.
(2) Dalam hal diperlukan KKM dapat dibentuk pada tingkat provinsi oleh Kepala Kantor Wilayah yang bertujuan untuk pengembangan mutu madrasah di provinsi.
(3) Dalam hal diperlukan Kepala Kantor Kementerian Agama dapat membentuk KKM tingkat kecamatan atau kelompok kecamatan.
(4) KKM mempunyai peran:
a. meningkatkan profesionalitas kepala madrasah; dan
b. mengkoordinasikan dan mensinergikan program peningkatan mutu madrasah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai KKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Bagian Kelima Musyawarah Guru Mata Pelajaran
Pasal 47B
(1) Guru MTs/MA/MAK dapat membentuk forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
(2) MGMP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk pada tingkat satuan pendidikan madrasah, kecamatan, dan kabupaten/kota.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai MGMP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
9. Ketentuan Pasal 48 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) diubah, sehingga seluruhnya berbunyi:
Pasal 48
(1) Akreditasi RA dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal.
(2) Akreditasi MI, MTs, MA, dan MAK dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional SekolahJMadrasah.
(3) Pemerintah dan penyelenggara pendidikan madrasah melakukan persiapan akreditasi dan
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Akreditasi RA dan Madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
10. Ketentuan Pasal Ö1 diubah, sehingga berbunyi:
BAB XI PENILAIAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 49
Penilaian pendidikan pada MI, MTs, MA, dan MAK terdiri atas:
a. penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b. penilaian hasil belajar oleh madrasah; dan
c. penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Bagian Kedua
Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik
PasaJ 50
(1) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49 huruf a, dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digunakan untuk:
a. menilai pencapaian kompetensi peserta didik;
b. bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan
c. memperbaiki proses pembelajaran.
(3) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a, untuk kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui:
a.pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; serta
b.ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
(4) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49 huruf a, untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai untuk menilai perkembangan kognitif dan psikomotorik peserta didik.
(5) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a, untuk kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai untuk menilai perkembangan ekspresi, kreasi, apresiasi, dan/atau afeksi peserta didik.
(6) Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf a, kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan dilakukan melalui:
a.pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik; dan
b.ulangan dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik’ Bagian Ketiga ...
Bagian Ketiga
Penilaian Hasil Belajar oleh Madrasah Pasal 51
(1) Penilaian hasil belajar oleh madrasah sebagaimana diinaksud dalam Pasal 49 huruf b, bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran pada tengah semester, akhir semester, dan akhir satuan pendidikan.
(2) Penilaian hasil belajar oleh madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan untuk:
a. laporan kemajuan dan hasil belajar peserta didik per semester kepada orang tua peserta didik;
b. pertimbangan kenaikan kelas peserta didik; dan/atau
c. penilaian akhir untuk penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
(3) Penilaian akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik.
(4) Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk semua mata pelajaran pada kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui ulangan tengah/akhir semester dan ujian madrasah.
(5) Untuk dapat mengikuti ujian madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), peserta didik harus mendapatkan nilai yang sama atau lebih besar dari nilai batas ambang kompetensi yang dirumuskan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan.
Ketentuan mengenai ulangan tengah/akhir semester, penilaian akhir, dan ujian madrasah ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Bagian Keempat
Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah
Pasal 52
(1) Penilaian hasil belajar oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 huruf c, bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan peserta didik secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.
(2) Ujian nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel.
(3) Ujian nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diadakan paling sedikit 1 (satu) kali dan paling banyak 2 (dua) kali dalam satu tahun pelajaran.
Pasal 53
(1) Selain penilaian hasil belajar oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1), Kementerian melakukan penilaian hasil belajar secara nasional untuk mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran agama.
(2) ftetentuan ...
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian hasil belajar secara nasional untuk mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran agama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 54
Ujian nasional untuk madrasah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, dikecualikan untuk MI.
Bagian Kelima
Pasal 55
Peserta didik yang telah menyelesaikan proses pendidikan di madrasah dan telah dinyatakan lulus ujian diberikan ijazah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 5b
(1) Pengesahan fotokopi ijazah atau surat keterangan pengganti yang berpenghargaan sanna dengan ijazah MI, MTs, MA, dan MAK dilakukan oleh kepala madrasah yang mengeluarkan ijazah.
(2) Dalam hal madrasah tidak beroperasi atau ditutup, pengesahan fotokopi ijazah atau surat keterangan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama.
Pasal 57
(1) Dalam hal ijazah yang asli hilang/musnah, penerbitan surat keterangan pengganti yang berpenghargaan sanna dengan ijazah MI, MTs, MA, dan MAK dilakukan oleh kepala madrasah yang bersangkutan dan disahkan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama.
(2) Dalam hal madrasah tidak beroperasi atau ditutup, penerbitan surat keterangan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (U, dilakukan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama.
PasM58
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengesahan fotokopi ijazah atau surat keterangan pengganti yang berpenghargaan sama dengan ijazah MI, MTs, MA, dan MAK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, dan penerbitan surat keterangan pengganti yang berpenghargaan sama dengan ijazah MI, MTs, MA, dan MAK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BABXII
PENILAIANIJAZAHLUAR NEGEM
Pasal 59
(1) Kementerian melakukan penilaian ijazah yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan di luar negeri untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.
(2) Penilaian ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk penyetaraan ijazah yang berpenghargaan sanna dengan ijazah MI,"MTs, dan MA.
(3) Hasil ...
(3) Hasil penilaian ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Direktur Jenderal dalam bentuk surat keterangan kesetaraan ijazah.
Pasal b0
Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian ijazah luar negeri 4itetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 61
{1) Kementerian menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) Madrasah Aliyah Negeri Unggulan di seüap provinsi.
(2) Masyarakat dapat menyelenggarakan Madrasah Aliyah Unggulan.
(3) Madrasah Aliyah unggulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa:
a. Madrasah Akademik;
b. Madrasah Keterampilan; dan
c. Madrasah Keagamaan.
(4) Kementerian menyusun peta pengembangan mutu madrasah secara terencana, beÇenjang, bertahap, dan berkelanjutan berdasarkan hasil akreditasi madrasah, ujian nasional, ujian akhir madrasah berstandar nasional, dan kriteria 1&nnya.
(5) Peta pengembangan mutu madrasah unggulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk menyusun rencana strategis dan rencana tahunan pengembangan mutu madrasah secara nasional.
(6) Kementerian bekeŞa sama dengan pemerintah daerah dan/ atau masyarakat dalam pengembangan mutu madrasah.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Madrasah Aliyah Unggulan sebag&maria dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2} ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
11. Di antara Pasal 61 dan Pasal 62 disisipkan 2 (dua) bab, yakni BAB XIIIA yang terdiri atas 4 (empat) pasal, yakni
Pasal 61A samp& dengan 61D, dan BAB XIIIB yang terdiri atas 1 (satu) pasal yakni Pasal 61E yang berbunyi:
BAB XIIIA
PENDIDIKAN KHUSUS PADA MADRASAH
Pasal 61A
(1) Pendidikan khusus pada madrasah bagi peserta didik berkelainan beNungsi memberikan pelayanan pendidikan madrasah bagi peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengikuÛ proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial.
(2) Pendidikan khusus pada madrasah bagi peserta didik berkel&nan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal sesuai kemampuannya.
(3) Peserta didik berkelainan meliputi:
a. tunanetra;
b. tunarungu;
e. tunawicara;
d. tunagrahita;
e. tunadaksa;
f. tunalaras;
g. berkesulitan belajar;
h. lamban belajar;
i. autiss;
j. memiliki gangguan motorik;
k. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat-zat adiktif 1&nnya; dan
1. memiliki kelainan lain.
(4) Kelainan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat juga berwujud gabungan dari 2 (dua} atau lebih jenis kelainan, yang disebut tunaganda.
(5) Peserta didik yang tidak memiliki kualifıkasi atau memiliki gabungan beberapa kualifıkasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) namun memiliki kemampuan akademik dapat diterima pada madrasah reguler.
Pasal 61B
(1) Pendidikan khusus pada madrasah bagi peserta didik berkel&nan dapat diselenggarakan pada jenjang RA, MI, MTs, MA, dan MAK.
(2) Penyelenggaraan pendidikan khusus pada madrasah dapat dilakukan melalui satuan pendidikan khusus RA, MI, MTs, MA, dan MAK.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai program pendidikan khusus pada madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 61C
Kementerian menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan khusus seÛap provinsi sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Pasal 61D
(1) Satuan pendidikan khusus madrasah bagi peserta didik berkelainan untuk pendidikan anak usia dini berbentuk RALB.
(2) Satuan pendidikan khusus madrasah bagi peserta didik berkel&nan berbentuk MILB, MTsLB, MALB, dan MAKLB.
BAB XIVB
KERJA SAMA LEMBAGA PENDIDIKAN ASING DENGAN MADRASAH
Pasal 61E
(1) Lembaga pendidikan asing yang terakreditasi dapat menyelenggarakan pendidikan madrasah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan bekerja sama dengan lembaga pendidikan di Indonesia.
(3) Lembaga pendidikan asing yang bekerja sama dengan Lembaga Pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib mendapat izin operasional dari Direktur Jenderal.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama lembaga pendidikan asing dengan madrasah ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlakii pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahtiinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 November 2015
Note: Tulisan berhuruf tebal berarti mengutip dari MA No. 90 Tahun. 2013 Penyelenggaraan Pend Madrasah, hal mana yang tidak mengalami perubahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar