Kamis, 19 Oktober 2023

Permendikbud No.82 Tahun 2015 tentang Pencegahan Dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Di Lingkungan Satuan Pendidikan

 

SALINAN
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 82 TAHUN 2015
TENTANG
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK KEKERASAN 
DI LINGKUNGAN SATUAN PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa tindak kekerasan yang dilakukan di lingkungan satuan  pendidikan maupun antar satuan pendidikan, dapat mengarah kepada suatu tindak kriminal dan menimbulkan trauma bagi peserta didik;
b. bahwa untuk meningkatkan penyelenggaraan pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan perlu dilakukan upaya pencegahan, penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan;

Mengingat : 
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 297) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia  Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 5606);
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang  Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi danKorban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 293, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602);
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5332); 
5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105), sebagaimana telah  diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun2010 (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
6. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Lembaga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
7. Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2015 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 15);
8. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang  Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan MenteriKabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019 sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 79/P Tahun 2015 tentang Penggantian Beberapa Menteri Negara  Kabinet Kerja Periode Tahun 2014 - 2019;
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun2008 tentang Pembinaan Kesiswaan;
10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti;
 MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TINDAK
KEKERASAN DI LINGKUNGAN SATUAN PENDIDIKAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Tindak kekerasan adalah perilaku yang dilakukan secara
fisik, psikis, seksual, dalam jaringan (daring), atau melalui
buku ajar yang mencerminkan tindakan agresif dan
penyerangan yang terjadi di lingkungan satuan
pendidikan dan mengakibatkan ketakutan, trauma,
kerusakan barang, luka/cedera, cacat, dan atau
kematian.
2. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran
yang tersedia pada satuan pendidikan.
3. Satuan pendidikan adalah pendidikan anak usia dini dan
satuan pendidikan formal pada pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah yang diselenggarakan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
4. Pencegahan adalah tindakan/cara/proses yang dilakukan
agar seseorang atau sekelompok orang tidak melakukan
tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
5. Penanggulangan adalah tindakan/cara/proses untuk
menangani tindak kekerasan di lingkungan satuan
pendidikan secara sistemik dan komprehensif.
6. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, konselor, pamong belajar, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.
7. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan.
8. Masyarakat adalah kelompok warga yang memiliki
kepedulian terhadap pencegahan tindak kekerasan yang
dilakukan oleh peserta didik atau sekelompok peserta
didik.
9. Kementerian adalah Kementerian yang menangani bidang
pendidikan dan kebudayaan.
10. Pemerintah adalah pemerintah pusat yang memiliki
kewenangan terkait.
11. Pemerintah Daerah adalah pemerintah kabupaten/kota
atau pemerintah provinsi.
12. Dinas adalah satuan kerja perangkat daerah yang
menangani bidang pendidikan.

BAB II
MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN
Pasal 2
Pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di
lingkungan satuan pendidikan dimaksudkan untuk:
a. terciptanya kondisi proses pembelajaran yang aman,
nyaman, dan menyenangkan;
b. terhindarnya semua warga sekolah dari unsur-unsur atau
tindakan kekerasan; dan
c. menumbuhkan kehidupan pergaulan yang harmonis dan
kebersamaan antar peserta didik atau antara peserta didik
dengan pendidik, tenaga kependidikan, dan orangtua serta
masyarakat baik dalam satu satuan pendidikan maupun
antar satuan pendidikan.
Pasal 3
Pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di
lingkungan satuan pendidikan bertujuan untuk:
a. melindungi anak dari tindakan kekerasan yang terjadi di
lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan
sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan;
b. mencegah anak melakukan tindakan kekerasan di
lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan
sekolah di luar lingkungan satuan pendidikan; dan
c. mengatur mekanisme pencegahan, penanggulangan, dan
sanksi terhadap tindakan kekerasan di lingkungan satuan
pendidikan yang melibatkan anak, baik sebagai korban
maupun pelaku.
Pasal 4
Sasaran dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak
kekerasan di lingkungan satuan pendidikan:
a. peserta didik;
b. pendidik;
c. tenaga kependidikan;
d. orang tua/wali;
e. komite sekolah;
f. masyarakat;
g. pemerintah daerah; dan
h. Pemerintah.

BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 5
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. upaya pencegahan;
b. penanggulangan; dan
c. sanksi.
Pasal 6
Tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan antara lain:
a. pelecehan merupakan tindakan kekerasan secara fisik,
psikis atau daring;
b. perundungan merupakan tindakan mengganggu,
mengusik terus-menerus, atau menyusahkan;
c. penganiayaan merupakan tindakan yang sewenangwenang seperti penyiksaan dan penindasan;
d. perkelahian merupakan tindakan dengan disertai adu
kata-kata atau adu tenaga;
e. perpeloncoan merupakan tindakan pengenalan dan
penghayatan situasi lingkungan baru dengan
mengendapkan (mengikis) tata pikiran yang dimiliki
sebelumnya;
f. pemerasan merupakan tindakan, perihal, cara, perbuatan
memeras;
g. pencabulan merupakan tindakan, proses, cara,
perbuatan keji dan kotor, tidak senonoh, melanggar
kesopanan dan kesusilaan;
h. pemerkosaan merupakan tindakan, proses, perbuatan,
cara menundukkan dengan kekerasan, memaksa dengan
kekerasan, dan/atau menggagahi;
i. tindak kekerasan atas dasar diskriminasi terhadap suku,
agama, ras, dan/atau antargolongan (SARA) merupakan
segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan,
atau pemilihan berdasarkan pada SARA yang
mengakibatkan pencabutan atau pengurangan
pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan atas hak asasi
manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan;
j. tindak kekerasan lainnya sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan.

BAB IV
PENCEGAHAN
Pasal 7
Pencegahan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan
dilakukan oleh peserta didik, orangtua/wali peserta didik,
pendidik, tenaga kependidikan, satuan pendidikan, komite
sekolah, masyarakat, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah
provinsi, dan Pemerintah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 8
(1) Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh satuan
pendidikan meliputi:
a. menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang
bebas dari tindak kekerasan;
b. membangun lingkungan satuan pendidikan yang
aman, nyaman, dan menyenangkan, serta jauh dari
tindak kekerasan antara lain dengan melakukan
kegiatan-kegiatan dalam rangka pencegahan tindak
kekerasan;
c. wajib menjamin keamanan, keselamatan dan
kenyamanan bagi peserta didik dalam pelaksanaan
kegiatan/pembelajaran di sekolah maupun kegiatan
sekolah di luar satuan pendidikan;
d. wajib segera melaporkan kepada orangtua/wali
termasuk mencari informasi awal apabila telah ada
dugaan/gejala akan terjadinya tindak kekerasan yang
melibatkan peserta didik baik sebagai korban maupun
pelaku;
e. wajib menyusun dan menerapkan Prosedur Operasi
Standar (POS) pencegahan tindak kekerasan dengan
mengacu kepada pedoman yang ditetapkan
Kementerian;
f. melakukan sosialisasi POS dalam upaya pencegahan
tindak kekerasan kepada peserta didik, pendidik,
tenaga kependidikan, orang tua/wali, komite sekolah,
dan masyarakat;
g. menjalin kerjasama antara lain dengan lembaga
psikologi, organisasi keagamaan, dan pakar
pendidikan dalam rangka pencegahan; dan
h. wajib membentuk tim pencegahan tindak kekerasan
dengan keputusan kepala sekolah yang terdiri dari:
1) kepala sekolah;
2) perwakilan guru;
3) perwakilan siswa; dan
4) perwakilan orang tua/wali.
i. wajib memasang papan layanan pengaduan tindak
kekerasan pada serambi satuan pendidikan yang
mudah diakses oleh peserta didik, orang tua/wali,
guru/tenaga kependidikan, dan masyarakat yang
paling sedikit memuat:
1) laman pengaduan
http://sekolahaman.kemdikbud.go.id;
2) layanan pesan singkat ke 0811-976-929;
3) telepon ke 021-5790-3020 atau 021-570-3303;
4) faksimile ke 021-5733125;
5) email laporkekerasan@kemdikbud.go.id
6) nomor telepon kantor polisi terdekat;
7) nomor telepon kantor dinas pendidikan setempat;
dan
8) nomor telepon sekolah.
(2) Pembentukan dan tugas tim pencegahan tindak kekerasan
dimaksud berdasarkan surat keputusan kepala sekolah
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan satuan pendidikan.
(3) Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya, meliputi:
a. wajib membentuk gugus pencegahan tindak kekerasan
dengan keputusan kepala daerah yang terdiri dari
unsur:
1) pendidik;
2) tenaga kependidikan;
3) perwakilan komite sekolah;
4) organisasi profesi/lembaga psikolog;
5) pakar pendidikan;
6) perangkat pemerintah daerah setempat; dan
7) tokoh masyarakat/agama;
yang dalam pelaksanaan tugasnya mengacu pada
pedoman yang ditetapkan pada Kementerian serta
dapat berkoordinasi dengan gugus atau tim sejenis
yang memiliki tugas yang sama.
b. fasilitasi dan dukungan kepada satuan pendidikan
untuk melaksanakan pencegahan tindak kekerasan;
c. bekerja sama dengan aparat keamanan dalam
sosialisasi pencegahan tindak kekerasan;
d. melakukan sosialisasi, pemantauan (pengawasan dan
evaluasi) paling sedikit setiap 6 (enam) bulan sekali
terhadap pelaksanaan pencegahan tindak kekerasan
yang dilakukan oleh satuan pendidikan, serta
mengumumkan hasil pemantauan tersebut kepada
masyarakat; dan
e. wajib mengalokasikan anggaran dalam pelaksanaan
tugas gugus pencegahan tindak kekerasan.
(4) Tindakan pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah
meliputi:
a. penetapan kebijakan pencegahan dan penanggulangan
tindak kekerasan pada satuan pendidikan;
b. penetapan instrumen pencegahan tindak kekerasan
pada satuan pendidikan sebagai indikator penilaian
akreditasi pada satuan pendidikan;
c. menetapkan pedoman pelaksanaan tugas gugus
pencegahan tindak kekerasan yang dibentuk oleh
Pemerintah Daerah dan panduan penyusunan POS
pencegahan pada satuan pendidikan;
d. melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap
pelaksanaan pencegahan tindak kekerasan di
lingkungan satuan pendidikan; dan
e. koordinasi dengan instansi atau lembaga lain dalam
upaya pencegahan tindak kekerasan.

BAB V
PENANGGULANGAN
Pasal 9
Penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan
pendidikan dilakukan oleh satuan pendidikan, masyarakat,
Pemerintah Daerah, dan Pemerintah sesuai kewenangannya
dengan mempertimbangkan:
a. kepentingan terbaik bagi peserta didik;
b. pertumbuhan dan perkembangan peserta didik;
c. persamaan hak (tidak diskriminatif);
d. pendapat peserta didik;
e. tindakan yang bersifat edukatif dan rehabilitatif; dan
f. perlindungan terhadap hak-hak anak dan hak asasi
manusia sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan.
Pasal 10
(1) Tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh satuan
pendidikan meliputi:
a. wajib memberikan pertolongan terhadap korban
tindakan kekerasan di satuan pendidikan;
b. wajib melaporkan kepada orang tua/wali peserta didik
setiap tindak kekerasan yang melibatkan peserta didik
baik sebagai korban maupun pelaku;
c. wajib melakukan identifikasi fakta kejadian tindak
kekerasan dalam rangka penanggulangan tindak
kekerasan peserta didik;
d. menindaklanjuti kasus tersebut secara proporsional
sesuai dengan tingkat tindak kekerasan yang
dilakukan;
e. berkoordinasi dengan pihak/lembaga terkait dalam
rangka penyelesaian tindak kekerasan;
f. wajib menjamin hak peserta didik untuk tetap
mendapatkan pendidikan;
g. wajib memfasilitasi peserta didik, baik sebagai korban
maupun pelaku, untuk mendapatkan hak
perlindungan hukum;
h. wajib memberikan rehabilitasi dan/atau fasilitasi
kepada peserta didik yang mengalami tindakan
kekerasan;
i. wajib melaporkan kepada Dinas Pendidikan setempat
dengan segera apabila terjadi tindak kekerasan yang
mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat
fisik/kematian untuk dibentuknya tim independen
oleh Pemerintah Daerah; dan
j. wajib melaporkan kepada aparat penegak hukum
setempat apabila terjadi tindak kekerasan yang
mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat
fisik/kematian.
(2) Tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
meliputi:
a. wajib membentuk tim penanggulangan untuk
melakukan tindakan awal penanggulangan tindak
kekerasan yang dilaporkan oleh satuan pendidikan
atau pihak lain yang mengakibatkan luka fisik yang
cukup berat/cacat fisik/kematian guna membuktikan
adanya kelalaian atau tindakan pembiaran, termasuk
berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk
ditindaklanjuti sesuai ketentuan perundangundangan;
b. wajib melakukan pemantauan terhadap upaya
penanggulangan tindak kekerasan yang dilakukan
oleh satuan pendidikan agar dapat berjalan secara
proporsional dan berkeadilan;
c. wajib memfasilitasi satuan pendidikan dalam upaya
melakukan penanggulangan tindakan kekerasan; dan
d. wajib menjamin terlaksananya pemberian hak peserta
didik untuk mendapatkan perlindungan hukum, hak
pendidikan, dan pemulihan yang dilakukan oleh
satuan pendidikan.
(3) Tindakan penanggulangan yang dilakukan oleh
Pemerintah meliputi:
a. wajib membentuk tim penanggulangan tindak
kekerasan yang bersifat independen terhadap kasus
yang menimbulkan luka berat/cacat fisik/kematian
atau yang menarik perhatian masyarakat.
b. wajib melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap
pelaksanaan penanggulangan tindakan kekerasan
yang dilakukan oleh satuan pendidikan dan
pemerintah daerah; dan
c. wajib memastikan satuan pendidikan menindaklanjuti
hasil pengawasan dan evaluasi terhadap tindak
kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.

BAB VI
SANKSI
Pasal 11
(1) Satuan pendidikan memberikan sanksi kepada peserta
didik dalam rangka pembinaan berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. tindakan lain yang bersifat edukatif.
(2) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
dapat memberikan sanksi kepada pendidik atau tenaga
kependidikan yang diangkat oleh satuan pendidikan atau
pihak lain yang bekerja di satuan pendidikan berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. pengurangan hak; dan
d. pemberhentian sementara/tetap dari jabatan sebagai
pendidik/tenaga kependidikan atau
pemutusan/pemberhentian hubungan kerja.
(3) Dinas kabupaten/kota, provinsi memberikan sanksi
kepada pendidik dan tenaga kependidikan berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penundaan atau pengurangan hak;
d. pembebasan tugas; dan
e. pemberhentian sementara/tetap dari jabatan sebagai
pendidik/tenaga kependidikan.
(4) Dinas kabupaten/kota, provinsi memberikan sanksi
kepada satuan pendidikan berupa:
a. pemberhentian bantuan dari Pemerintah Daerah;
b. penggabungan satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah; dan
c. penutupan satuan pendidikan yang diselenggarakan
oleh masyarakat.
(5) Kementerian memberikan sanksi berupa:
a. rekomendasi penurunan level akreditasi;
b. pemberhentian terhadap bantuan dari pemerintah;
c. rekomendasi pemberhentian pendidik atau tenaga
kependidikan kepada Pemerintah Daerah atau satuan
pendidikan; dan
d. rekomendasi kepada Pemerintah Daerah untuk
melakukan langkah-langkah tegas berupa
penggabungan, relokasi, atau penutupan satuan
pendidikan dalam hal terjadinya tindak kekerasan
yang berulang.
Pasal 12
(1) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dikenakan bagi:
a. satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan,
peserta didik atau pihak lain yang terbukti melakukan
tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan
atau terbukti lalai melaksanakan tugas dan fungsinya
yang mengakibatkan terjadinya tindak kekerasan di
lingkungan satuan pendidikan.
b. satuan pendidikan yang tidak melaksanakan
ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (1); atau
c. Pemerintah daerah yang tidak melaksanakan
ketentuan Pasal 8 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (2).
(2) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara proporsional dan berkeadilan sesuai
tingkat dan/atau akibat tindak kekerasan berdasarkan
hasil pemeriksaan oleh tim penanggulangan tindak
kekerasan/hasil pemantauan pemerintah
daerah/Pemerintah.
(3) Pemberian sanksi pemberhentian dari jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d,
ayat (3) huruf e, dan ayat (5) huruf c bagi guru atau kepala
sekolah dilakukan apabila terbukti lalai atau melakukan
pembiaran terjadinya tindak kekerasan yang
mengakibatkan luka fisik yang cukup berat/cacat
fisik/kematian atau sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dalam masa jabatannya yang mengakibatkan yang
mengakibatkan luka fisik yang ringan, berdasarkan hasil
pemeriksaan oleh tim independen.
(4) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
tidak menghapus pemberian sanksi yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.

BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 13
(1) Tim penanggulangan sebagaimana dimaksud pada Pasal
10 ayat (2) huruf a bersifat ad hoc dan independen yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(2) Pembentukan tim penanggulangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan keanggotaan yang terdiri
atas unsur tokoh masyarakat, pemerhati pendidikan,
dan/atau psikolog.
(3) Untuk menjaga independensi tim penanggulangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka
keanggotaannya dapat berasal dari luar daerah.
- 15 -
(4) Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya wajib
mengalokasikan anggaran dalam pelaksanaan tugas tim
penanggulangan.
Pasal 14
Satuan pendidikan tidak dapat menuntut secara hukum
atau memberikan sanksi dalam bentuk apapun kepada
pelapor tindak kekerasan, kecuali laporan tersebut tidak
benar berdasarkan hasil penilaian oleh gugus
pencegahan/tim penanggulangan.
Pasal 15
(1) Kementerian menyediakan layanan pengaduan
masyarakat melalui laman pengaduan
http://sekolahaman.kemdikbud.go.id, telepon ke 021-
57903020, 021-5703303, faksimile ke 021-5733125, email
ke laporkekerasan@kemdikbud.go.id, atau layanan pesan
singkat ke 0811976929.
(2) Kementerian menyediakan informasi mengenai tindak
kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang dapat di
akses oleh masyarakat melalui laman
http://sekolahaman.kemdikbud.go.id.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan
dalam Peraturan Menteri ini juga berlaku terhadap tindak
Salinan sesuai dengan aslinya,
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
TTD.
Aris Soviyani
NIP 196112071986031001
kekerasan yang dilakukan terhadap peserta didik di luar
lingkungan satuan pendidikan.
Pasal 17
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2015
 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
ANIES BASWEDAN

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 Januari 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 101

Tidak ada komentar:

Posting Komentar