Fakta sejarah membuktikan bahwa kedatangan bangsa Eropa ternyata bukan hanya untuk berdagang, melainkan juga untuk menjajah. Kenyataan ini menimbulkan berbagai perlawanan di daerah-daerah untuk mengusir mereka. Berikut beberapa perlawanan rakyat Indonesia terhadap bangsa Eropa.
Datangnya bangsa Eropa ke Indonesia yang kemudian diiringi dengan penjajahan merupakan suatu awal sejarah baru bagr bangsa Indonesia. Penjajahan yang dilakukan bangsa Eropa menjadikan rakyat Indonesia yang ada di setiap wilayah mengangkat senjata untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah. Perlawanan tersebut dilakukan demi merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
1. Perlawanan Rakyat Ternate Melawan Portugis
Perlawanan Ternate didorong oleh tindakan bangsa Portugis yang sewenang-wenang dan merugikan rakyat. Perlawanan Ternate dipimpin oleh Sultan Khairun dari Ternate. Seluruh rakyat dari Papua sampai ke Jawa diperintah untuk melakukan perlawanan.
Sayang sekati Sultan Khairun ditipu oleh Portugis dan meninggal pada tahun 1570. Akan tetapi, kecongkakan Portugis akhirnya menuai balasan dengan keberhasilan Sultan Baabullah dalam mengusir Portugis dari bumi Ternate tahun 1575. Selanjutnya, Portugis menyingkir ke Ambon dan pada tahun 1605 diusir oleh VOC, kemudian menetap di Timor Timur (Timor Loro Sae).
2. Perlawanan Kerajaan Mataram Melawan VOC
Pada awalnya, Mataram dengan Belanda menjalin hubungan baik. Belanda diizinkan mendirikan benteng (loji) untuk kantor dagang di Jepara. Belanda juga memberikan dua meriam terbaik untuk Kerajaan Mataram. Dalam perkembangannya, terjadi perselisihan antara Mataram-Belanda.
Pada tanggal 8 November 1618 Gubernur Jenderal VOC, Jan Pieterszoon Coen, memerintahkan van der Maret menyerang Jepara. Peristiwa tersebut yang memperuncing perselisihan antara Mataram dan Belanda. Raja Mataram, Sultan Agung, segera mempersiapkan penyerangan terhadap VOC di Batavia. Serangan pertama dilakukan pada tahun 1628.
Pasukan Mataram yang dipimpin Tumenggung Bahurekso tiba di Batavia tanggal 22 Agustus 1628. Pasukan ini kemudian disusul pasukan Tumenggung Suro Agul-Agul, yang dibantu dua bersaudara, yakni Kiai Dipati Mandurorejo dan Upasanta. Serangan pertama ini gagal karena kurangnya perbekalan, kalah dalam persenjataan, dan kurang cermat dalam memperhitungkan medan pertempuran. Mataram segera mempersiapkan serangan kedua.
Kali ini pasukan Mataram dipimpin KiaiAdipati Juminah, Kiai Adipati Puger, dan KiaiAdipati Purbaya. Serangan dimulai tanggal 1 Agustus dan berakhir 1 Oktober 1629. Serangan kedua ini pun gagal. Selain karena faktor kelemahan pada serangan pertama, lumbung padi persediaan makanan banyak dihancurkan Belanda. Di samping Sultan Agung, perlawanan terhadap kekuasaan VOC juga dilakukan oleh Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said.
3. Perang Diponegoro (Perang Jawa 1825-1830) Melawan Belanda
Pangeran Diponegoro adalah bangsawan Kesultanan Yogyakarta yang berusaha melawan dominasi Belanda di Kesultanan Yogyakarta. Perlawanan Pangeran Diponegoro tersebut pecah tahun 1825-1830. Sebab-sebab perlawanan Pangeran Diponegoro sebagai berikut.
a. Sebab umum:
1) Kesultanan Yogyakarta semakin sempit kekuasaan dan wilayahnya karena penyerobotan wilayah oleh Belanda.
2) Campur tangan Belanda dalam urusan intern istana.
3) Penderitaan dan kesengsaraan rakyat karena banyaknya pajak.
4) Kaum ulama kecewa karena berkembangnya budaya Barat.
5) Kebijakan van der Capellen yang menetapkan bahwa semua penyewa tanah oleh pengusaha Eropa dari penguasa dan bangsawan pribumi di Yogyakarta dibatalkan. Dengan demikian, pihak yang menyewakan tanah diwajibkan mengembalikan uang sewa atau pembayaran lain yang telah dilakukan. Banyak bangsawan yang terkena aturan tersebut kesulitan mengembalikan uang sewa.
b. Sebab khusus: Belanda membuat jalan di Tegalrejo melalui makam leluhur Pangeran Diponegoro tanpa meminta izin terlebih dahulu.
Perlawanan Pangeran Diponegoro mendapat dukungan dari Kiai Mojo, Sentot Prawirodirjo, dan Pangeran Mangkubumi. Dalam perang tersebut, Pangeran Diponegoro menggunakan siasat perang gerilya sehingga Belanda kewalahan menghadapinya. Akhirnya, Belanda mengangkat Jenderal de Kock untuk memlmpin pasukan dengan siasat benteng stelsel.
Apa artinya benteng stelsel? Benteng stelsel artinya di setiap daerah yang dikuasai segera dibangun benteng, kemudian antara benteng yang satu dan benteng yang lain dihubungkan dengan jalan untuk gerak cepat pasukan. Perlawanan Pangeran Diponegoro berakhir setelah dijebak oleh Jenderal de Kock ketika mengadakan perundingan di Kedu, 28 Maret 1830. Perundingan dilakukan di rumah Residen Kedu di Magelang, namun mengalami kebuntuan. Akhirnya, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan di Batavia, kemudian ke Manado, dan terakhir di Makassar sampai wafatnya pada 8 Januari 1855.
4. Gerakan Sosial
Selain melalui perlawanan fisik/perang, juga melalui gerakan sosial untuk mengusir penjajah. Gerakan sosial yang dilakukan berupa:
a. Gerakan melawan pemerasan atau peraturan yang tidak adil.
b. Gerakan Ratu Adil.
c. Gerakan sekte keagamaan.
d. Gerakan Samin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar