Senin, 15 Februari 2021

Serangan Umum 1 Maret 1949

 

Serangan Umum 1 Maret 1949 dilancarkan oleh pasukan TNI untuk merebut kembali Yogyakarta yang diduduki oleh Belanda sejak Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948). Serangan dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto sebagai komandan Wehrkreise III merangkap komandan Brigade 10. Sebelum penyerangan dilakukan, Letkol Soeharto melakukan komunikasi dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX selaku Raja Yogyakarta.

Untuk mempermudah koordinasi penyerangan, wilayah penyerangan dibagi menjadi tujuh, yaitu Kota Yogyakarta, Bantul, Gamping, Godean, Sleman, Gunungkidul, dan Kulonprogo. Patokan tanda mulainya penyerangan adalah bunyi sirene pukul 06.00 pagi yang biasa dibunyikan di Kota Yogyakarta pada waktu itu. Serangan mendadak TNI tersebut berhasil menduduki Kota Yogyakarta selama enam jam.

Serangan Umum 1 Maret 1949 telah berhasil mencapai tujuannya, yaitu:

1. Mendukung perjuangan diplomasi sehingga Belanda mau berunding dengan Indonesia.

2. Meninggikan semangat rakyat dan TNI yang sedang bergerilya.

3. Secara tidak langsung telah memengaruhi sikap para pemimpin negara federal bentukan Belanda (seperti negara Pasundan, Sumatra Timur, dan negara Indonesia Timur) yang tergabung dalam BFO.

4. Menunjukkan kepada dunia internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan yang mampu melakukan serangan (ofensif) dan NKRI masih tetap berdiri. 

5. Mematahkan moral pasukan Belanda.


Jalannya serangan Umum

Tanggal 1 Maret 1949, pagi hari, serangan secara besar-besaran yang serentak dilakukan di seluruh wilayah Divisi III/GM III dimulai, dengan fokus serangan adalah Ibu kota Republik, Yogyakarta, serta koar-besaran oleh pasukan Brigade X yang diperkuat dengan satu Batalyon dari Brigade IX, sedangkan serangan terhadap pertahanan Belanda di Magelang dan penghadangan di jalur [[Magelta-kota di sekitar Yogyakarta, terutama Magelang, sesuai Instruksi Rahasia yang dikeluarkan oleh Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng kepada Komandan Wehrkreis I, Letkol Bahrun dan Komandan Wehrkreis II Letkol Sarbini. 

Pada saat yang bersamaan, serangan juga dilakukan di wilayah Divisi II/GM II, dengan fokus penyerangan adalah kota Solo, guna mengikat tentara Belanda dalam pertempuran agar tidak dapat mengirimkan bantuan ke Yogyakarta.

Pos komando ditempatkan di desa Muto. Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan telah merayap mendekati kota dan dalam jumlah kecil mulai disusupkan ke dalam kota. Pagi hari sekitar pukul 06.00, sewaktu sirene dibunyikan serangan segera dilancarkan ke segala penjuru kota. 

Dalam penyerangan ini Letkol Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro. Sektor Timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dan timur dipimpim Mayor Sardjono, sektor utara oleh Mayor Kusno. Sedangkan untuk sektor kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki sebagai pimpinan. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Tepat pukul 12.00 siang, sebagaimana yang telah ditentukan semula,seluruh pasukkan TNI mundur

Serangan terhadap kota Solo yang juga dilakukan secara besar-besaran, dapat menahan Belanda di Solo sehingga tidak dapat mengirim bantuan dari Solo ke Yogyakarta, yang sedang diserang secara besar-besaran – Yogyakarta yang dilakukan oleh Brigade IX, hanya dapat memperlambat gerak pasukan bantuan Belanda dari Magelang ke Yogyakarta. Tentara Belanda dari Magelang dapat menerobos hadangan gerilyawan Republik, dan sampai di Yogyakarta sekitar pukul 11.00.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar